Wednesday 5 August 2015

AWAS!!! MENGHINA PRESIDEN BISA KENA PASAL


Sebagai simbol negara, Presiden Joko Widodo merasa dirinya harus dihormati. Karena itu, Jokowi akan tetap mengusulkan pasal penghinaan presiden pada DPR.

"Begini, kalau saya pergi ke negara lain, di sana dicaci maki, kamu mau?," ujarnya pada wartawan, Rabu (5/8).

Seperti diketahui, usulan menghidupkan kembali pasal ini dikritik banyak pihak. Pengamat bahkan menyebutnya sebagai pengembalian kondisi di jaman penjajahan. Sebab, presiden tidak memperhatikan azas hukum yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat, seperti filosofis, historis, sosiologis, yuridis.

''Dari empat unsur ini, pasal tadi sudah mati. Kalau dihidupkan kembali artinya pemerintah jahat, punya niat-niat kembali ke sistem feodal atau kerajaan,'' kata pengacara Eggi Sudjana, kemarin.

Namun, Jokowi menanggapi kritikan yang datang dari banyak pihak itu adalah dinamika yang biasa terjadi. Ia mempersihlahkan jika ada orang yang berpendapat berbeda dengan pemerintah.

Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut kembali menegaskan, pasal yang pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi itu dihidupkan kembali bukan untuk membungkam rakyat. Menurutnya, pasal penghinaan presiden justru untuk melindungi mereka yang kerap mengkritisi pemerintah lewat cara yang baik demi kepentingan umum.

"Kalau tidak ada pasal itu malah bisa dibawa ke pasal-pasal karet," ujarnya.

Jokowi juga menyebut bahwa pasal penghinaan presiden pernah diajukan pemerintah sebelumnya. Namun, saat itu pembahasannya tidak selesai di DPR. Kemudian pemerintah sekarang mengajukan kembali pasal penghinaan itu. "Ya namanya juga rancangan, terserah di Dewan dong," kata dia.

SUMBER: republika.co.id

NU Haramkan Pemimpin yang Ingkar Janji

Jakarta - Banyak persoalan yang dibahas dalam Muktamar NU ke 33 yang digelar di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Salah satunya terkait akan digelarnya Pilkada serentak 9 Desember mendatang. Para ulama NU sepakat mengharamkan pemimpin yang mengumbar janji palsu saat berkampanye.

Setelah dibahas dalam sidang komisi sejak Senin (3/8) sore hingga Selasa (4/8), sebanyak 7 persoalan (Masail) yang telah disetujui dalam sidang Komisi Bahtsul Masail Ad Diniyah Al Waqi'iyyah dipaparkan dalam sidang pleno yang berlangsung di Alun-alun Jombang untuk disahkan, Rabu (5/8/2015). Satu dari tujuh persoalan itu terkait hukum bagi calon kepala daerah yang kerap kali dengan mudahnya melontarkan janji-janji palsu saat berkampanye.

"Adapun hukumnya apabila janji itu berkaitan dengan tugas dan jabatannya sebagai pemimpin rakyat, baik yang berkaitan dengan progam dan pengalokasian dana yang diperkuat bakal mampu merealisasikannya maka hukumnya mubah atau boleh. Sebaliknya, apabila dia tidak kuat untuk merealisasikannya maka hukumnya haram," kata Sekretaris Komisi Bahtsul Masail Ad Diniyah Al Waqi'iyyah, Mujib Qulyubi saat membacakan hasil sidang komisi yang langsung disetujui oleh forum sidang pleno.

Dalam sidang pleno tersebut, para peserta muktamar juga sepakat seorang calon kepala daerah apabila terpilih wajib hukumnya untuk menepati janji yang dilontarkan saat pemilu selama sesuai dengan tugas jabatannya serta tidak melanggar ketentuan. Lantas bagaimana hukum mentaati seorang pemimpin yang ingkar janji?

"Pemimpin yang tidak menepati janji harus diingatkan, selama menjadi pemimpin yang sah tetap harus ditaati," cetus Mujib.

Komisi yang diketuai Ahmad Ishomuddin itu juga membahas soal pemberhentian seorang pemimpin yang terbukti melanggar hukum, seperti melakukan korupsi. "Apabila telah terbukti dan ditetapkan secara hukum, maka boleh dilakukan dengan cara direkomendasikan untuk mengundurkan diri. Apabila tidak mau mengundurkan diri dan juga tidak mau bertaubat, maka bisa diberhentikan dengan aturan yang konstitusional selama tidak menimbulkan mudhorot yang lebih besar," sebutnya.

Sidang pleno III dengan agenda pengesahan hasil sidang komisi-komisi yang berlangsung di Alun-alun Jombang berjalan lancar sejak pukul 09.30 Wib. Tak ada satu pun usulan dari para peserta muktamar terkait hasil sidang Komisi Bahtsul Masail Ad Diniyah Al Waqi'iyyah. Pimpinan sidang, Ahmad Ishomuddin pun lantas mengesahkannya sebagai keputusan muktamar dengan bacaan Surat Al Fatihah.

Selain hukum calon kepala daerah yang mengumbar janji palsu dan pemberhentian pemimpin, dalam pleno tersebut juga mengesahkan hasil sidang Komisi Bahtsul Masail Ad Diniyah Al Waqi'iyyah terhadap sejumlah persoalan lainnya. Diantaranya hukum BPJS, penenggelaman kapal asing yang melanggar kedaulatan NKRI, hukum advokad yang mebela klien yang salah, alih fungsi lahan produktif, serta eksploitasi alam yang berlebihan.


Enggran Eko Budianto - detikNews
DAPATKAN PENGHASILAN BESAR DARI RUMAH. KLIK DISINI

BPJS TIDAK HARAM LOH


MAKASSAR, KOMPAS.com – Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Din Syamsuddin menegaskan, tidak ada pernyataan haram di dalam hasil kesimpulan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia Tahun 2015 di Tegal terkait Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, beberapa waktu lalu.
Pernyataan Din ini sekaligus mengklarifikasi sejumlah pemberitaan di media masa yang menyatakan bahwa BPJS Kesehatan haram.
“Secara umum saya memahaminya, itu tidak ada satu pun kata yang menegaskan bahwa BPJS Kesehatan itu haram. Dalam kesimpulan itu tidak ada satu pun yang menegaskan itu haram,” kata Din saat dijumpai di area Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Universitas Muhammadiyah Makassar, Sabtu (1/8/2015).
Din mengaku terkejut mengapa hasil kesimpulan Komisi Fatwa itu bocor ke publik. Menurut dia, seharusnya hasil kesimpulan tersebut dibahas terlebih dahulu di tingkat rapat pimpinan MUI yang rencananya akan digelar pekan depan setelah Muktamar Muhammadiyah.
“Apakah itu nantinya berbentuk fatwa atau rekomendasi, itu akan disampaikan secara resmi kepada pemerintah melalui pernyataan tertulis,” ujarnya.
Meski begitu, Din mengamini, jika berdasarkan sudut pandang Komisi Fatwa MUI terdapat beberapa hal yang perlu menjadi catatan pemerintah di dalam pelaksanaan program BPJS Kesehatan. Catatan itu diantaranya BPJS Kesehatan dianggap mengandung unusur gharar (ketidakjelasan), maisir (memiliki unsur pertaruhan) dan riba.

WISATA GOA PINDUL YANG MENANTI ANDA

“Oleh karena itu hal ini perlu mendapat penjelasan dari pemerintah karena masyarakat saat ini memandang pentingnya hal-hal yang berbau syariah,” ujarnya.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek sebelumnya menyatakan bahwa BPJS tidak terganggu meski ada fatwa MUI.
Nila mengaku memantau reaksi masyarakat melalui berita di media massa setelah adanya fatwa MUI tentang BPJS. Menurut Nila, masyarakat tetap memerlukan BPJS sebagai program jaminan kesehatan.
Meski demikian, Nila menyatakan bahwa Dewan Jaminan Sosial Nasional (JSN) akan berdialog dengan MUI.
Ia menyebutkan, Dewan JSN telah mengirimkan surat permohonan dialog pada MUI. Menurut Nila, Dewan JSN telah menyiapkan bahan yang akan disampaikan kepada MUI.
"Jadi kita ingin tahu, mendiskusikannya dengan MUI," ujarnya.
sumber : kompas.com